Powered By Blogger

Jumat, 11 November 2011

PRALAKUAN KOAGULASI DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR

                                                                   I.                     PENDAHULUAN

Air bersih menjadi salah satu kebutuhan yang mendasar bagi kehidupan manusia. Air bersih yang memenuhi standar atau persyaratan kesehatan adalah air minum yang tidak berbau, berwarna dan berasa serta memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan.
Proses membran, yang bekerja berdasarkan prinsip melewatkan sebagian material dan menahan sebagian material lainnya, merupakan pilihan proses yang menawarkan beberapa keuntungan, yaitu kebutuhan biaya operasi dan konsumsi energi yang relatif lebih rendah karena tidak terjadi perubahan fasa komponen yang membutuhkan energi yang besar, sehingga komponen-komponen yang sensitif terhadap panas tidak menjadi rusak. Selain itu proses membran umumnya tidak memerlukan bahan kimia, prosesnya sangat mudah, dan proses pemisahan dapat berlangsung lebih cepat.
Salah satu membran yang biasanya digunakan dalam proses pengolahan air bersih adalah membran mikrofiltrasi, yang cocok untuk menahan suspensi dan emulsi, juga untuk memisahkan partikel (bakteri dan ragi). Selain itu, harga membran mikrofiltrasi lebih murah, juga membutuhkan tekanan operasi yang lebih kecil, yaitu kurang dari 2 bar, sehingga membutuhkan alat pendukung/utilitas yang lebih sedikit (Mulder, 1991).
Kontras dengan kemampuannya memisahkan partikel, mikroba dan bakteri, membran mikrofiltrasi kurang efektif untuk memisahkan pengotor berupa koloid. Hal ini dikarenakan oleh sifat koloid yang stabil sehingga susah diendapkan, juga karena ukuran koloid umumnya lebih kecil dari pori membran mikrofiltrasi, yang dapat menimbulkan masalah fouling pada membran. Untuk mengatasi masalah ini maka proses mikrofiltrasi dalam pengolahan air bersih harus dipadukan dengan proses pralakuan yang salah satunya adalah koagulasi-flokulasi.
Koagulasi adalah metode untuk menghilangkan bahan-bahan limbah dalam bentuk koloid, dengan menambahkan koagulan. Dengan koagulasi, partikel-partikel koloid akan saling menarik dan menggumpal membentuk flok (Suryadiputra, 1995).







Flokulasi terjadi setelah koagulasi dan berupa pengadukan pelan pada air limbah. Dengan mengendapnya koloid, diharapkan laju fouling yang terjadi pada membran akan berkurang, sehingga penggunaan mikrofiltrasi dalam proses pengolahan air bersih menjadi layak untuk dilakukan. Koagulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alumunium sulfat (Al2(SO4)3).
Dalam penelitian ini, dilakukan variasi waktu lamanya pengadukan pelan pada proses flokulasi. Parameter yang digunakan dalam mengukur kualitas air bersih sangat banyak, akan tetapi dalam penelitian ini parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas air bersih adalah TDS (Total Dissolved Solid) dan COD (Chemical Oxygen Demand).



























                                                                                         II.                  PENELITIAN

Penelitian dilakukan menurut tahapan seperti digambarkan pada Gambar 1. Skema alat yang digunakan dalam penelitian ditampilkan pada Gambar 2.
Air yang digunakan sebagai air umpan untuk proses ini berasal dari kawasan indotaisei, yang terletak di Kawasan Bukit Indah City. Pengambilan air umpan dilakukan pada pukul 14.20 WIB. Air umpan ini memiliki derajatkeasaman (pH) 7,3. Kandungan awal padatan terlarut (Total Dissolved Solid, TDS) pada air umpan berkisar antara 524-540 mg/L. Sedangkan kandungan zat organiknya (COD, Chemical Oxygen Demand) antara 45-54 mg/L.
Membran yang digunakan dalam penelitian ini adalah membran mikrofiltrasi dengan polimer polipropilen sebagai bahan penyusunnya. Tekanan operasi yang digunakan adalah sebesar 10 cmHg ( ± 0,135 bar). Membran yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut :
• Diproduksi oleh Memcor Australia, Pty
• Material/jenismodul : polypropilene/hollow fibre
• Diameter luar : 650.10-6 m
• Diameter dalam : 390.10-6 m
• Ukuran pori : 0,2 .10-6 m
• Panjang aktif : 0,45 m
• Ukuran modul :
􀂃 Panjang modul : 62 cm
􀂃 Diameterdalam: 0,5 inch
􀂃 Jumlah fiber membran /modul: 50
Pada penelitian ini, proses koagulasi-flokulasi terdiri dari dua tahap besar, yaitu penambahan koagulan aluminium sulfat ( Al2(SO4)3.18H2O ) dan pengadukan campuran koagulan-air umpan, yang terdiri dari pengadukan cepat dan pengadukan pelan.     
Dosis koagulan aluminium sulfat (Al2(SO4) 3 . 18 H2O ) yang digunakan adalah sebesar 50 ppm, yang merupakan dosis optimum koagulan aluminium sulfat (Al2(SO4) 3 . 18 H2O) yang sering digunakan dalam proses pengolahan air minum. Aluminium sulfat (Al2(SO4) 3 . 18 H2O) ditambahkan sebanyak 1 gram ke dalam 20 liter air umpan awal yang berada dalam keadaan basa (pH 7,3).


Pengadukan campuran dibagi menjadi dua berdasarkan kecepatan pengadukannya, yaitu pengadukan cepat, dengan kecepatan 120 rpm dan pengadukan pelan dengan kecepatan 40 rpm (Water Specialist Technologies, LLC).
Pengadukan cepat dilakukan selama 2 menit yang dihitung semenjak penambahan koagulan. Pengadukan cepat ini bertujuan untuk menghasilkan dispersi yang seragam dari partikel-partikel koloid, dan untuk meningkatkan kesempatan partikel untuk kontak dan bertumbukan satu sama lain.
Pengadukan pelan dilakukan dengan waktu pengadukan yang divariasikan, mulai dari 5, 10, 15, 20, hingga 25 menit, yang dimulai tepat setelah pengadukan cepat selesai. Pengadukan pelan ini bertujuan menggumpalkan partikel-partikel terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel-partikel flok yang lebih besar. Flok-flok ini kemudian akan beragregasi/ berkumpul dengan partikel-partikel tersuspensi lainnya (Duliman, 1998).
Setelah pengadukan pelan selesai flok-flok yang terbentuk dibiarkan mengendap selama 30 menit. Setelah proses pralakuan koagulasi-flokulasi selesai, derajat keasaman (pH) air umpan mikrofiltrasi turun dari 7,3 menjadi 6,5.
Selanjutnya air umpan jernih hasil koagulasi dialirkan ke reservoir kedua agar terpisah dari endapan-endapan yang terbentuk. Air inilah yang kemudian akan diumpankan pada proses mikrofiltrasi oleh membran.

















                                                   III.   HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek-aspek yang dibahas mengenai pengaruh waktu pengadukan pelan pada pralakuan koagulasi adalah efektifitas proses koagulasi-flokulasi terhadap penyisihan padatan terlarut dan zat organik dari air umpan. Sedangkan pada aspek kinerja membran mikrofiltrasi, dibahas pengaruh waktu pengadukan pelan koagulan terhadap fluks permeasi dan % rejeksi membran berdasarkan TDS dan COD-nya.
 Efektifitas Koagulasi
Pada bagian ini dibahas efektifitas pralakuan koagulasi pada proses pengolahan air bersih. Aspek yang ditinjau adalah pengaruh variasi waktu pengadukan pelan koagulan terhadap efektifitas koagulasi, yang dinyatakan sebagai % penyisihan berdasarkan parameter TDS dan COD pada tiap variasi waktu.
1.1 Efektifitas koagulasi berdasarkan TDS
Efektifitas koagulasi berdasarkan TDS menyatakan persen penyisihan padatan terlarut (dissolved solid) akibat proses koagulasi. Efektifitas koagulasi berdasarkan TDS dihitung dengan persamaan berikut :
 


dimana, TDSSK adalah TDS air umpan sebelum koagulasi dan TDS0 adalah TDS umpan setelah mengalami koagulasi. Persentase efektifitas koagulasi untuk tiap variasi waktu pengadukan pelan koagulan digrafikkan pada Gambar 3.
Dari Gambar 3, terlihat bahwa persentase efektifitas koagulasi terhadap pemisahan padatan terlarut memiliki kecenderungan naik jika waktu pengadukan dinaikkan dari 5 menit menjadi 10 menit dan kemudian terus turun setiap 5 menit penambahan waktu pengadukan dari 10 menit hingga 25 menit.
Koagulasi, dengan penambahan koagulan aluminium sulfat akan menghasilkan reaksi kimia dimana muatan-muatan negatif yang saling tolak menolak disekitar partikel terlarut berukuran koloid akan ternetralisasi oleh ion-ion positif dari koagulan dan akhirnya partikel-partikel koloid akan saling menarik dan menggumpal membentuk flok. Reaksi kimia yang terjadi adalah sebagai berikut :
 Al ( SO4 )3 ßà Al 3+ + SO42-                                                                               ( 2 )
 Al 3+ + H2O à AlOH 2+ + H +                                                          ( 3 )
 SO42- + Ca2+ à CaSO4                                                                  ( 4 )
AL2 ( SO4 )3.18 H2O + 3 Ca ( HCO3 )2 à 2 Al ( OH )3 + CaSO4 + 6 CO2 + 18 H2O
Pengadukan pelan akan memperpendek jarak antar partikel sehingga gaya tarik-menarik antar partikel menjadi lebih besar dan dominan dibandingkan gaya tolaknya, yang menghasilkan kontak dan tumbukan antar partikel yang lebih banyak dan lebih sering. Kontak inilah yang menggumpalkan partikel-partikel padat terlarut terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel-partikel flok yang lebih besar. Flok-flok ini kemudian akan beragregasi. Ketika pertumbuhan flok sudah cukup maksimal (massa, ukuran), flok-flok ini akan mengendap ke dasar reservoir, sehingga terbentuk dua lapisan pada reservoir, yaitu lapisan air jernih pada bagian atas reservoir dan lapisan endapan flok yang menyerupai lumpur pada dasar reservoir.
Hal inilah yang membuat kandungan padatan terlarut setelah koagulasi, yang akan diumpankan pada proses mikrofiltrasi, menjadi lebih kecil daripada sebelum terjadi koagulasi. Pengurangan ini ditunjukkan dengan persentase efektifitas koagulasi pada tiap waktu pengadukan pelan yang divariasikan, yang berkisar antara 35- 45% dengan persentase efektifitas koagulasi tertinggi dihasilkan pada waktu pengadukan pelan 10 menit, yaitu 45%.
Penambahan waktu pengadukan pelan akan menaikkan efektifitas koagulasi hingga dicapai waktu pengadukan pelan yang optimum, dimana pertumbuhan flok sudah mencapai titik maksimalnya. Fenomena ini menjelaskan kenaikan persentase efektifitas koagulasi sebesar 7% saat waktu pengadukan pelan dinaikkan dari 5 menit menjadi 10 menit.

Waktu pengadukan pelan optimum akan menghasilkan jarak antar partikel yang paling dekat untuk menghasilkan kontak, tumbukan antar partikel paling sering terjadi dan akan dihasilkan flok dengan ukuran terbesar dan jumlah terbanyak, sehingga penurunan TDS maksimum, yang menghasilkan efektifitas koagulasi terbesar.
Namun, saat ukuran partikel sudah maksimum dan cukup untuk mengendap (waktu pengadukan pelan optimum sudah tercapai), penambahan waktu pengadukan pelan tidak lagi memperbesar ukuran flok, karena flok sudah berada pada kondisi jenuh. Sebaliknya, penambahan waktu pengadukan akan meningkatkan kadar TDS (menurunkan persentase efektifitas koagulasi) karena flok-flok partikel terlarut yang sudah jenuh akan pecah.
Flok-flok gumpalan besar terurai kembali menjadi partikel-partikel kecil yang sulit mengendap. Hal ini menurunkan efektifitas koagulasi terhadap pemisahan padatan terlarut. Hal inilah yang menyebabkan persentase efektifitas koagulasi berdasarkan TDS turun setiap 5 menit penambahan waktu pengadukan pelan dari waktu pengadukan 10 menit hingga 25 menit.
1.2 Efektifitas Koagulasi Berdasarkan Penurunan COD
COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan total oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mendegradasi senyawa-senyawa organik dan anorganik. Namun yang lebih banyak terdegradasi ialah senyawa organik. Jumlah oksigen ini ekuivalen dengan jumlah bahan organik yang terdapat di dalam sampel.
Efektifitas koagulasi berdasarkan pengurangan COD menyatakan persen penyisihan senyawa-senyawa organik akibat proses koagulasi. Persentase efektifitas koagulasi terhadap penyisihan senyawa organik (penurunan COD) untuk tiap variasi waktu pengadukan pelan koagulan digrafikkan pada Gambar 4.
Pada grafik di atas, terlihat bahwa persentase efektifitas koagulasi terhadap penurunan COD bervariasi antara 24-39%, dengan persentase efektifitas koagulasi terbesar dihasilkan pada waktu pengadukan pelan 10 menit, yaitu 39%. Terdapat kecenderungan yang sama pada pengaruh penambahan waktu pengadukan koagulan terhadap efektifitas koagulasi, antara penyisihan partikel padat terlarut dan penyisihan senyawa organik, yaitu persentase efektifitas koagulasi meningkat saat waktu pengadukan pelan koagulan dinaikkan dari 5 menit menjadi 10 menit dan kemudian terus turun setiap 5 menit penambahan waktu pengadukan dari waktu pengadukan pelan 10 menit 25 menit.

Pada waktu pengadukan 20 menit, terjadi penurunan persentase efektifitas koagulasi yang lebih besar dibandingkan pada waktu lainnya. Hal ini dianalisis karena pada waktu pengadukan 20 menit inilah flok-flok organik pecah dengan hebatnya, sehingga kemungkinan hampir seluruh flok organik yang terbentuk terurai kembali menjadi partikel organik tunggal, sehingga dihasilkan air umpan setelah koagulasi yang paling keruh dibandingkan dengan yang dihasilkan dengan waktu-waktu pengadukan lainnya, yang menandakan terkonsentrasinya partikel organik dalam jumlah besar.
Penambahan waktu pengadukan menjadi 25 menit tidak terlalu mempengaruhi persentase efektifitas koagulasi (persentase efektifitas koagulasi relatif konstan terhadap persentase efektifitas koagulasi pada waktu pengadukan 20 menit). Hal ini karena pada selang waktu 5 menit setelah flok pecah sempurna, tidak terjadi proses fisik maupun kimia apapun yang dihasilkan oleh pengadukan (Ravina, 1993).
Kinerja Membran
Pada bagian ini akan dibahas pengaruh waktu pengadukan pelan koagulan pada tahap koagulasi-flokulasi terhadap kinerja membran mikrofiltrasi. Parameter utama kinerja membran mikrofiltrasi yang dianalisis disini adalah fluks permeat dan persen rejeksi membran.
2.1 Berdasarkan Fluks Permeat
Fluks permeat untuk setiap variasi waktu digrafikkan pada Gambar 5.
Dari grafik di atas, terlihat bahwa fluks permeat meningkat saat waktu pengadukan pelan dinaikkan dari 5 menit menjadi 10 menit dan kemudian terus turun setiap penambahan 5 menit waktu pengadukan pelan dari waktu pengadukan pelan 10 menit hingga 25 menit. Dan Fluks permeat akan menurun seiring bertambahnya waktu operasi mikrofiltrasi.
Fluks permeat akan menurun seiring bertambahnya waktu ini dikarenakan semakin lama waktu operasi mikrofiltrasi, semakin banyak pengotoran fouling yang terjadi pada membran. Fouling ini semakin lama akan semakin meningkat, hingga menutup pori- pori membran, yang membuat kerja membran menjadi semakin berat dan menghasilkan penurunan jumlah permeat yang dihasilkan.
Koagulasi dapat meningkatkan fluks permeat, karena dengan koagulasi, partikel-partikel berukuran koloid yang merupakan penyebab utama fouling pada membran akan membentuk flok yang memiliki ukuran partikel yang lebih besar, melebihi ukuran pori membran, sehingga tidak akan mampu memasuki pori membran, mengurangi fouling dan akhirnya meningkatkan fluks permeat. Selain itu, dengan semakin besarnya floc, filter cake yang terbentuk sebagai akibat dari fouling (penutupan pori membran oleh partikel, bakteri, alga, dan sebagainya) yang terjadi pada membran, akan memiliki porositas yang besar, sehingga permeabilitas dalam cake juga menjadi semakin besar, dan membuat air menjadi lebih mudah untuk menembus membran bila dibandingkan dengan fouling yang terjadi tanpa adanya pralakuan koagulasi, yang artinya akan meningkatkan fluks permeat. Selain itu, pralakuan koagulasi menurunkan beban penyaringan membran yang karena air yang diumpankan lebih jernih, karena sebagian partikel pengotor (berupa flok) telah terendapkan.
Sama dengan pengaruhnya terhadap efektifitas koagulasi, penambahan waktu pengadukan akan menaikkan fluks permeat yang dihasilkan hingga tercapai waktu pengadukan pelan optimum dimana pertumbuhan flok sudah mencapai titik maksimalnya. Fenomena ini menjelaskan kenaikan fluks permeat saat waktu pengadukan pelan dinaikkan dari 5 menit menjadi 10 menit. Pengadukan pelan optimum akan menghasilkan flok dengan ukuran terbesar dan jumlah terbanyak, sehingga semakin banyak flok koloid yang tertahan oleh membran dan juga semakin besar porositas cake yang dihasilkan pada permukaan membran, sehingga air lebih mudah menembus cake. Selain itu, semakin banyak flok yang mengendap akan mengurangi beban membran mikrofiltrasi dalam menyaring air umpan.
2.2 Berdasarkan % Rejeksi
Dalam penelitian ini, dihitung dan dianalisis persen rejeksi dengan basis dua parameter yang dianalisis, yaitu Total Dissolved Solid (TDS) dan Chemical Oxygen Demand (COD). Untuk pesen rejeksi basis TDS, digunakan persamaan sebagai berikut :



 


dimana,
TDS0 = TDS air umpan mikrofiltrasi (menit ke-0, setelah koagulasi) (mg/L)
TDSi = TDS permeat pada jam ke- i (i = 1, 2, 3, 4). (mg/L)
Sedangkan untuk persen rejeksi basis COD, digunakan persamaan sebagai berikut :

dimana,
COD0 = COD air umpan mikrofiltrasi (menit ke-0, setelah koagulasi) (mg/L)
CODi = COD permeat pada jam ke- i (i = 2, 4). (mg/L)
Persen rejeksi terhadap TDS dan COD untuk setiap variasi waktu digrafikkan pada Gambar 6 dan Gambar 7.
Dari kedua grafik di atas, terlihat bahwa penambahan waktu pengadukan koagulan memiliki pengaruh yang sama, baik jika dihitung berdasarkan basis TDS maupun COD. Pengaruh tersebut adalah bahwa persen rejeksi akan meningkat jika waktu pengadukan meningkat dari 5 menit menjadi 10 menit dan kemudian terus turun setiap penambahan 5 menit waktu pengadukan pelan dari waktu pengadukan pelan 10 menit hingga waktu pengadukan pelan 25 menit. Fenomena lainnya adalah % rejeksi akan meningkat seiring bertambahnya waktu.
Semakin lama waktu operasi mengakibatkan % rejeksi TDS dan COD meningkat. Seiring dengan waktu, fouling yang terjadi pada permukaan maupun di dalam membran juga semakin meningkat, dan membuat semakin banyak cake yang terbentuk pada permukaan membran. Cake akan berperan sebagai filter tambahan
untuk menyaring air sebelum berkontakan dengan permukaan membran. Hal ini membuat semakin sulitnya partikel terlarut dan komponen organik untuk menembus membran bersama air, sehingga membuat kadar COD dan TDS pada permeat menjadi berkurang, dan pada akhirnya meningkatkan persen rejeksi terhadap partikel terlarut maupun komponen organik tersebut.
Sama dengan pengaruhnya terhadap efisiensi koagulasi dan fluks permeat, penambahan waktu pengadukan akan menaikkan persen rejeksi yang dihasilkan hingga waktu pengadukan optimum tercapai. Fenomena ini menjelaskan kenaikan persen rejeksi terhadap TDS dan COD saat waktu pengadukan pelan dinaikkan dari 5 menit menjadi 10 menit. Saat pengadukan pelan optimum, semakin banyak flok yang tertahan oleh membran dan juga semakin besar hambatan dari filter cake terhadap permeasi air dan partikel-partikel terlarut dan organik untuk menembus membran. Selain itu pada waktu pengadukan yang optimum, flok padatan terlarut dan flok partikel organik yang terbentuk semakin banyak yang mengendap, sehingga air umpan membran lebih jernih dan begitu juga air yang dihasilkan lebih kecil kadar partikel terlarut dan senyawa organiknya. Namun setelahnya, penambahan waktu pengadukan pelan tidak lagi memperbesar ukuran flok.
Sebaliknya, akan memecahkan flok besar menjadi flok-flok yang lebih kecil atau bahkan kembali pada ukuran koloidalnya. Hal ini mengakibatkan penurunan persen rejeksi, baik terhadap partikel terlarut maupun terhadap zat organik setiap 5 menit penambahan waktu pengadukan pelan dari waktu pengadukan pelan 10 menit hingga 25 menit.

Penentuan Waktu Pengadukan Pelan Optimum
Waktu pengadukan pelan yang digunakan pada proses pralakuan koagulasi-flokulasi memiliki peranan penting dalam keberhasilan proses koagulasi-flokulasi sendiri dan akhirnya juga berpengaruh terhadap kinerja membran yang digunakan pada proses mikrofiltrasi yang berlangsung setelahnya.
Waktu pengadukan yang optimum akan menghasilkan jarak antar partikel yang lebih dekat untuk menghasilkan kontak, tumbukan antar partikel akan lebih sering terjadi dan akan dihasilkan flok-flok dengan ukuran yang lebih besar dan lebih banyak, yang pada akhirnya akan menghasilkan efektifitas koagulasi, fluks permeat dan persen rejeksi membran paling besar.
Dari grafik yang dihasilkan dan analisis yang dilakukan, terlhat bahwa waktu pengadukan pelan koagulancampuran air yang optimum, adalah selama 10 menit, yang dalam 4 jam operasi menghasilkan efektifitas koagulasi terbesar dan kinerja membran terbaik.
















                                                               IV.               PENUTUP

A.      KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal mengenai pengaruh waktu pengadukan pelan koagulan pada proses koagulasi-flokulasi terhadap efektifitas koagulasi dan kinerja membran mikrofiltrasi, seperti tersebut dibawah ini :
Efektifitas koagulasi dan kinerja membran mikrofiltrasi akan meningkat dengan penambahan waktu pengadukan pelan hingga dicapai waktu pengadukan pelan optimum.
Waktu pengadukan pelan optimum yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah selama 10 menit, yang dalam 4 jam operasi menghasilkan :
􀂃 Efektifitas koagulasi basis TDS : 45,1%
􀂃 Efektifitas koagulasi basis COD : 39 %
􀂃 Fluks permeat : 0,016 m3/m2.jam
􀂃 Persen rejeksi basis kadar TDS : 35%
􀂃 Persen rejeksi basis COD : 39%
Pada waktu pengadukan pelan yang lebih besar dari waktu pengadukan pelan optimum, efektifitas koagulasi, dan kinerja membran mikrofiltrasi kan turun dikarenakan pecahnya flok yang telah terbentuk.
Persen efektifitas koagulasi berdasarkan penyisihan TDS akan naik dari 38,1% pada waktu pengadukan koagulan 5 menit menjadi 45,1% pada waktu pengadukan 10 menit dan kemudian terus turun setiap 5 menit penambahan waktu pengadukan dari 10 menit hingga 25 menit yang menghasilkan persen efektifitas koagulasi terendah yaitu 35,7%.
Persen efektifitas koagulasi berdasarkan penurunan COD akan naik dari 35,9% pada waktu pengadukan koagulan 5 menit menjadi 39% pada waktu pengadukan 10 menit dan kemudian terus turun setiap 5 menit penambahan waktu pengadukan dari 10 menit hingga 25 menit yang menghasilkan persen efektifitas koagulasi terendah yaitu 24,1%.
Selama 4 jam operasi, fluks permeat yang dihasilkan dari proses mikrofiltrasi akan naik dari 0,013 m3/m2.jam pada waktu pengadukan pelan koagulan 5 menit menjadi 0,016 m3/m2.jam pada waktu pengadukan pelan 10 menit dan kemudian terus turun setiap 5 menit penambahan waktu pengadukan pelan dari 10 menit hingga 25 menit yang menghasilkan fluks permeat terendah yaitu 0,011 m3/m2.jam.
Selama 4 jam operasi, persen rejeksi membran berdasarkan kadar TDS akan naik dari 31% pada waktu pengadukan pelan koagulan 5 menit menjadi 35% pada waktu pengadukan pelan 10 menit dan kemudian terus turun setiap 5 menit penambahan waktu pengadukan pelan dari 10 menit hingga 25 menit yang menghasilkan persen rejeksi terendah yaitu 30,8 %.
Selama 4 jam operasi, persen rejeksi membran berdasarkan kadar COD akan naik dari 36,4% pada waktu pengadukan pelan koagulan 5 menit menjadi 39% pada waktu pengadukan pelan 10 menit dan kemudian terus turun setiap 5 menit penambahan waktu pengadukan pelan dari 10 menit hingga 25 menit yang menghasilkan persen rejeksi terendah yaitu 31,7%.

B.   SARAN

Kegiatan pengolahan air yang dilakukan sudah berjalan dengan baik, tetapi untuk dapat meningkatkan kualitas air hasil olahannya maka untuk kedepannya diperlukan suatu  teknik proses pengolahan yang lebih baik dan lebih bagus kwalitas air olahannya.



















                                        LAMPIRAN  1

 























               
 





                                           Gambar 1. Diagram Alir Penelitian



LAMPIRAN 2

 













           Gambar 2. Skema Alat Penelitian

















LAMPIRAN 3

 

































DAFTAR PUSTAKA


Duliman, I. 1988. Pemanfaatan Limbah Padat Logam Aluminium Sebagai Bahan Baku Pembuatan PAC. Skripsi. Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Jakarta.
Mulder, Marcel. 1991. Basic Principles of Membrane Technology. Kluwer Academic Publisher, Netherlands.
Ravina, Louis. 1993. Coagulation and Flocculation. Zeta-Meter Inc., Virginia.
Suryadiputra, I.N.N. 1995. Pengantar Kuliah Pengolahan Air Limbah : Pengolahan Air Limbah dengan Metode Kimia (Koagulasi dan Flokulasi). Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Water Specialist Technologies, LLC. Standard Practice for Coagulation-Flocculation Jar Test of Water.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar